Kamis, 02 Agustus 2012

Tafsir Surat Al-Baqarah

MUQODDIMAH

Surat yang kedua ini bernama surat "al-Baqarah" yang berarti lembu betina, karena ada kisah tentang Bani Israil disuruh oleh Nabi Musa a.s. mencari seekor lembu betina akan disembelih, yang tersebut pada ayat 67 sampai 74. Adapun nama surat-surat alQur'an bukanlah sebagai judul dari satu rencana atau nama dari satu buku yang menerangkan suatu hal yang khas, hanyalah sebagai tanda belaka dari surat yang dinamai itu, dan bukan karena nama itu lebih penting dari yang lain yang diuraikan di dalamnya, karena semuanya penting. Yang menentukan nama-nama ini adalah Rasulullah s.a.w sendiri dengan petunjuk Jibril as.

Surat al-Baqarah adalah surat yang paling panjang di antara 114 surat dalam al-Qur'an, mengandung 286 ayat yang panjang-panjang, mengandung 2 juz berlebih sepertiga dari al-Qur'an. Diturunkan di Madinah.

Untuk meresapkan perasaan membaca Surat al-Baqarah ini hendaklah kita ingat bahwa sebagian besar daripada ayatnya diturunkan pada mula-mula Rasulullah s.a.w. pindah (hijrah) ke Madinah. Mula-mula mendirikan masyarakat Islam setelah 13 tahun menegakkan akidah di Mekkah, dan mendapat tantangan hebat dari kaum Quraisy. Sekarang telah dapat menegakkan cita dengan bebas , karena kesediaan kaum Anshar menyambut Iman dan Rasul. Maka mulai dari hari pertama beliau datang ke Madinah, nama negeri itu ditukar dari nama lama, Yatsrib atau Thibah menjadi Madinah atau lebih tegas lagi Madinatul-Rasul, Kota Utusan Tuhan .

Secara berfikir kenegaraan modern, dengan pergantian nama negeri dari Yatsrib kepada Madinah itu, maklumlah kita bahwa suatu kekuasaan telah berdiri, hanya tinggal menunggu pengakuan. Dan dapat pula hal ini kita persambungkan dengan sariyah atau patroli yang selalu beliau kirimkan ke luar kota Madinah, untuk menjaga dan mengawasi kalau-kalau ada serangan musuh .

Bersamaan dengan penukaran nama negeri itu, didirikan pula sebuah masjid. Dari masjid itulah diatur ibadat dan mu'amalat dan keputusan hukum dan diterima tamu-tamu dari luar negeri dan diatur siasat perang dan damai.

Meskipun telah terlepas daripada tantangan kaum musyrikin Quraisy yang di Mekkah, dan meskipun telah dapat menyusun kekuatan Islam dan melancarkan hukumnya, di Madinah mulailah berhadapan dengan kaum Yahudi, yang telah duduk di negeri itu sejak beratus tahun, setelah terjadi berkali-kali pengusiran raja-raja Romawi atas mereka dari Palestina.

Mereka merasa bahwa kelas mereka lebih tinggi dari penduduk Arab asli yang tinggal di negeri itu, yang umumnya dari persukuan Aus dan Khazraj, sebab mereka merneluk agama Tauhid, mempunyai Kitab Taurat dan kedatangan berpuluh Nabi di jaman dahulu. Kepada orang-orang Arab penduduk ash An kerap mereka membanggakan tentang kepercayaan mereka, dan di masa itu sudah mulai ada perasaan bagi mereka bahwa mereka adalah umat pilihan Tuhan. Pernah juga mereka menyebut kepada orang Arab itu bahwa Kitab Taurat mereka ada menyebut bahwa akan datang lagi seorang Rasul yang akan menyempurnakan hukum Taurat.

Orang-orang Arab Aus dan Khazraj itu, keturunan dari Arab Qahthan yang datang terpencar dari Arabia Selatan setelah runtuh kerajaan Saba', kerapkali mereka merasa rendah diri mendengar cerita cerita kebanggaan orang-orang Yahudi itu, yang mencap mereka tidak berperadaban, tidak mempunyai anutan yang tertentu dan hanya menyembah berhala. Perkataan-perkataan orang Yahudi inilah yang sebagian besar mendorong mereka, bila mereka telah mendengar bahwa seorang Nabi telah lahir di Mekkah, mereka datang sembunyisembunyi mempelajari bagaimana keadaan Nabi itu yang sebenarnya. Mereka datang sembunyi karena takut dimusuhi oleh orang Quraisy sendiri dan merahasiakannya juga dari orang Yahudi yang selalu menyebut kedatangan Nabi itu.

Akhirnya rnenjadi kenyataanlah bahwa Rasulullah pindah ke Madinah, diiringkan oleh kaum Muhajirin dari Mekkah dan disambut oleh orang Arab yang mereka pandang hina itu, yang mereka diberi gelar kehormatan oleh Rasulullah yaitu Anshar, pembela atau penolong Nabi , pembela atau penolong Islam .

Dengan siasat yang baik sekali , mulai saja pindah ke Madinah , Rasulullah telah membuat berbagai perjanjian dengan kaum Yahudi itu , agar bertetangga dengan baik , akan sama mempertahankan negeri Madinah jika dia diserang dari luar, dan mereka disebut Ahlul-Kitab, tidak disamakan pandangan kepada mereka dengan pandangan kepada kaum musyrikin, melainkan diperlakukan dengan hormat.

Tetapi kian lama kian nyata bahwa perjanjian-perjanjian bertetangga baik itu tidaklah mereka junjung tinggi. Mereka kian lama kian menunjukkan sikap angkuh, merasa diri lebih, menentang, menguji Nabi dan menghina Islam. Maka kita dapatilah dalam Surat alBaqarah ini ayat-ayat yang telah mulai menghadapi mereka, yang dalam bahasa sekarang disebut konfrontasi. Tetapi dasar dari tantangan itu ialah menyadarkan mereka pokok ajaran Tauhid dan mengingatkan pertolongan-pertolongan yang telah diberikan Illahi kepada mereka. Dan memperingatkan pula bahwa ajaran yang dibawa Muhammad ini bukanlah memusuhi Yahudi, tetapi sambungan dari usaha Rasulrasul yang dahulu, bahwasanya baik Yahudi dan Nasrani, atau ajaran yang dibawa Muhammad sekarang, hanya satu saja rumpun asalnya, yaitu agama "Menyerah diri kepada Allah", yang telah dimulai oleh nenek-moyang mereka Ibrahim a.s.. Ibrahimlah yang menurunkan Ishak dan Ya'qub yang menimbulkan Bani Israil. Dan Ibrahim pula yang beranak Ismail, lalu menurunkan Muhammad s.a.w dan Arab Mustaribah. Kedatangan Muhammad ialah mengajak semua supaya kembali kepada agama " Menyerah diri kepada Tuhan " ajaran Ibrahim itu , yang dalam bahasa Arabnya disebut ISLAM.

Disamping soal menghadapi Yahudi ini timbul lagi soal lain, yaitu Arab penduduk Madinah sendiri yang merasa diri mereka
" dilangkahi " tersebab kedatangan Rasulullah ke Madinah. Selama ini pimpinan atau leadership dipegang oleh mereka, tetapi sejak Rasulullah s.a.w datang, mereka merasa tersingkir. Akan dihadapi secara kasar, ternyata telah kalah sebab pandangan orang ramai (opini publik) telah menerima Rasulullah. Inilah yang menjadi kaum munafik yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubai. Kaum munafik inipun menjadi "penyakit"dalam tubuh masyarakat Islam. Dihadapan, mereka mengakui beriman, dibelakang mereka mencemooh, dan berusaha dalam segala kesempatan untuk menghambat terbentuknya kekuatan Islam. Kalau perlu dan ada keuntungan, merekapun sudi berkawan dengan kaum Yahudi itu. Dan kalau ada serangan dari pihak Quraisy, mereka dengan sembunyi-sembunyi menyatakan persetujuan.
Adapun orang Quraisy di Mekkah sendiri, berpindahnya Rasulullah s.a.w ke Madinah adalah sangat mencemaskan mereka.

Sebab sudah terang bahwa Muhammad di Madinah akan kuat dan teguh. Merekapun lalu menyusun terus kekuatan buat memberantas Islam yang mulai tumbuh di Madinah itu, dan kabilah-kabilah Arab di War Mekkah dan Madinah, karena masih menganggap kaum Quraisy pimpinan mereka, maka merekapun turut menentang Muhammad.

Itulah tiga front yang dihadapi di Madinah pada masa itu. Tentu saja di antara ketiga front itu, front Yahudilah yang lebih meminta perhatian, lebih dari yang lain. Dalam kepercayaan Islam, mereka itu berpokok dalam satu ajaran Tuhan. Tetapi keagamaan mereka sudah rnembeku, sudah jumud, karena diselubungi oleh adat dan pengaruh, dan sudah nyata pula bahwa kitab Taurat yang suci itu sudah banyak berubah, baik dirubah dengan sengaja ataupun karena telah hilang naskahnya yang ash. Memang sudah sangat lama Taurat yang asli itu tidak ada lagi. Mereka ini diseru diinsafkan dan kalau mereka menentang, dijawab tantangan itu dengan setimpal.

Lantaran itu maka soal-soal membuka kecurangan dan ketidak jujuran Yahudi lalu mengajak mereka kepada jalan yang benar, banyak terdapat dalam surat al-Baqarah ini. Dan terdapat pula membuka kecurangan kaum munafik.
Tetapi sementara xnenghadapi yang diluar , maka pembangunan agama dari dalam pun berjalan dengan Iancar.
Di surat al-Baqarah bertemulah ayat-ayat berkenaan dengan rumah tangga, perkawinan dan perceraian.

Bertemu peraturan mengerjakan Haji, mengerjakan puasa dan mengeluarkan zakat. Dan mencela keras memakan riba. Memben.tukbudipekerti dengan memperbanyak derma clan sedekah. Dan satu peraturan yang terpenting di dalam surat al-Baqarah ialah mengalihkan kiblat dari Baitul Maqdis ke Mekkah, dengan ini Islam mendapat pribadinya. Feraturan ini didahului dengan kisah Nabi Tbrahim a.s. dan putranya Ismail a. s., diperintahkan'Tuhan mendirikan Baitullah. Dengan peralihan kiblat orang dapat mengerti bahwa Muhammad bukan membawa peraturan baru asal mengganjil saja, tetapi menghidupkan kembali sunnah Nabi Ibrahim a. s.

Dan dalam surat al-Baqarah sudah mulai diadakan perintah Jihad, kebolehan berperang di dalam mempertahankan akidah.
Banyak lagi surat-surat yang lain diturunkan di Madinah , tetapi Surat al-Baqarah adalah termasuk surat yang terdahulu sekali , meskipun ada juga beberapa ayat yang kemudian datangnya, dimasukkan ke dalam susunan Surat al-Baqarah karena hubungan isinya.

Dalam pada itu terdapatlah di Surat ini pembangunan jiwa kaum mukminin di dalam memegang teguh agama, menegakkan budi dan menyebarkan dakwah.

1. Supaya mempunyai kesungguh-sungguhan dan memberikan teladan yang baik yang akan ditiru orang.
2. Kesanggupan menegakkan dalil dan alasan bahwa golongan yang tidak menyetujui ajaran Islam, adalah pada pendirian yang salah.
3. Jangan merasa lemah dan hina karena kemiskinan atau karena berpindah dari tempat kelahiran ke tempat yang baru, karena mereka pindah adalah karena dibawa cita-cita. Dan jangan gentar menghadapi bahaya.
4. Bersiap dan berwaspada terus, sedia senjata dan berani menghadapi bahaya, karena mereka selalu dalam kepungan musuh.
5. Kuatkan hati, perdalam pengertian tentang iman dan perhebat hubungan dengan Allah dengan melakukan ibadat dan takwa ; sehingga kikis dari diri sendiri dan dari masyarakat segala kebiasaan jahiliah yang telah lalu.
6. Dirikan rumahtangga yang baik, persuami-istrian yang tentram dan alirkan pendidikan kepada anak, dan sebarkan cinta kepada sesama manusia, kepada keluarga terdekat, anak yatim dan orang fakir miskin.

Inilah beberapa intisari dari Surat al-Baqarah yang kelak akan disempurnakan lagi oleh Surat-surat yang sebagai berikutnya, All Imran, an-Nisa dan seterusnya.

Ayat-ayatnya agak panjang, tidak ketat dan pendek seperti Surat-surat Mekkah. Demikian umumnya Surat-surat Madinah, sebab ialah karena dia sudah banyak memperincikan hukum, apatah lagi karena telah bercampur dengan menghadapi orang Yahudi, yang bahasa Arab mereka tidak sefasih bahasa yang dipakai oleh orang Quraisy di Mekkah.

Senin, 23 Juli 2012

Kandungan umum surat al-Fatihah

TAFSIR SURAT AL-FATIHAH
 
Alhamdulillâhi wahdah wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh…

PENDAHULUAN

Surat al-Fatihah merupakan surat yang paling agung dalam al-Quran. Untaian kalimatnya ringkas, namun kandungan maknanya begitu luas. Seorang muslim yang taat membacanya setiap hari minimal tujuh belas kali di shalatnya. Sejak kecil hingga detik ini entah sudah berapa ratus atau ribu kali kita membacanya. Tapi yang menjadi pertanyaan,: sudahkah kita memahami mutiara indah yang dikandungnya, sehingga kita bisa menggapai kekhusyu’an shalat, yang itu salah satunya bersumber dari peresapan kita akan makna bacaan shalat [lihat: Mukadimah tahqiq kitab Tafsîr Sûrah al-Fâtihah karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (hal. 9-10)]? Semoga tulisan ringkas di bawah bisa sedikit membantu kita menggapai tujuan mulia tersebut, amien…
  • · Nama-nama surat al-Fatihah
Surat al-Fatihah memiliki banyak nama, sampai-sampai Majduddîn al-Fairûzâbâdi (w. 817 H) menyebutkan bahwa al-Fatihah memiliki tiga puluh nama [Bashâ'ir Dzawî at-Tamyîz fî Lathâ'if al-Kitâb al-'Azîz (I/128) dinukil dari an-Nazharât al-Mâti'ah fî Sûrah al-Fâtihah karya Dr. Marzûq az-Zahrâni (hal. 15)]. Latar belakang penamaan yang begitu beragam kembali kepada keragaman kandungan yang ada di dalamnya serta keutamaan dan keistimewaannya yang begitu banyak [lihat: An-Nazharât al-Mâti'ah (hal. 15)].
Di antara nama-nama tersebut:

1. Al-Fatihah atau Fâtihatul Kitâb

Dalilnya: sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“لاَ صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ”.
“Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Fâtihatul Kitâb.(H.R. Bukhari dan Muslim dari ‘Ubâdah bin Shâmit).

Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama dalam penamaan tersebut. Dinamakan demikian; sebab penulisan mushaf dan shalat dimulai dengannya [lihat: Tafsîr al-Qurthubi (I/172) dan Tafsîr Juz 'Amma oleh Syaikh Ibn 'Utsaimîn (hal. 9)].

2. Ummul Kitâb dan Ummul Qur’ân

Dalil penamaan ini: Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“الْحَمْدُ لِلَّهِ أُمُّ الْقُرْآنِ وَأُمُّ الْكِتَابِ وَالسَّبْعُ الْمَثَانِي”.
 
“(Surat) alhamdulillah adalah ummul qur’an, ummul kitab dan as-sab’u al-matsâni.” (H.R. Tirmidzi dari Abu Hurairah, dan beliau berkomentar bahwa hadits ini hasan sahih).
Mayoritas ulama membolehkan penamaan di atas [lihat: Tafsîr al-Qurthubi (I/172)]. Dinamakan demikian, karena al-Fatihah merupakan inti, tanda dan pendahuluan al-Qur’an [lihat: Tafsîr al-Qur'an al-'Azhîm karya al-'Izz bin Abdissalâm (I/141), Tafsîr al-Baghawi (I/49) dan Fath al-Bâri karya Ibnu Hajar al-'Asqalâni (VIII/195)].

3. Al-Qur’ân al-’Azhîm (al-Qur’an yang agung)

Dalilnya firman Allah ta’ala,
“وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعاً مِّنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيمَ”.
Artinya: “Sungguh Kami telah memberikan kepadamu as-sab’u al-matsâni dan al-Qur’an yang agung.(Q.S. Al-Hijr: 87).

Maksud dari as-sab’u al-matsâni dan al-Quran yang agung tersebut dalam ayat di atas adalah surat al-Fatihah [lihat: Tafsîr Ibn Katsîr (IV/547)], sebagaimana dijelaskan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
“الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُوتِيتُهُ”.
Artinya: “Alhamdulillahirabbil ‘alamin (surat al-Fatihah) adalah as-sab’u al-matsâni dan al-Qur’an yang agung yang dikaruniakan padaku.” (H.R. Bukhari dari Abu Sa’id bin al-Mu’alla).

Surat al-Fatihah dinamakan al-Quran al-’Azhîm, karena ia menghimpun seluruh ilmu al-Quran [lihat: Tafsîr al-Qurthubi (I/171, 173)]. Sebagaimana telah maklum bahwa kandungan al-Qur’an terdiri dari tauhid, hukum (fikih), serta nasihat. Dan itu semua ada dalam surat al-Fatihah [cermati: Tafsîr al-Qurthubi (I/173)].

4. As-Sab’u al-Matsâni
Dalilnya ayat dan hadits di atas.
Nama ini terdiri dari dua kata, yaitu: “as-sab’u” dan “al-matsâni”. “As-sab’u” artinya adalah tujuh, yakni surat al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat. Sedangkan “al-Matsâni”, para ulama berbeda pendapat mengapa surat al-Fatihah dinamakan dengan kata tersebut. Ada yang mengatakan: karena surat al-Fatihah dibaca berulang-ulang di setiap rakaat shalat. Ada pula yang berpendapat: karena seorang hamba memuji Allah dengan surat tersebut. Dan ada juga yang memandang: penamaan tersebut dikarenakan surat al-Fatihah Allah khususkan untuk umat Islam saja dan tidak diturunkan kepada umat-umat sebelumnya [lihat: Fath al-Bâri (VIII/198)].

Keutamaan surat al-Fatihah
Di antara keutamaannya:

1. Surat al-Fatihah merupakan surat yang paling mulia dalam al-Quran.

كُنْتُ أُصَلِّي فَدَعَانِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ أُجِبْهُ. قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي كُنْتُ أُصَلِّي. قَالَ: أَلَمْ يَقُلْ اللَّهُ: {اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ}. ثُمَّ قَالَ: أَلَا أُعَلِّمُكَ أَعْظَمَ سُورَةٍ فِي الْقُرْآنِ قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ مِنْ الْمَسْجِدِ؟ فَأَخَذَ بِيَدِي فَلَمَّا أَرَدْنَا أَنْ نَخْرُجَ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ قُلْتَ لَأُعَلِّمَنَّكَ أَعْظَمَ سُورَةٍ مِنْ الْقُرْآنِ. قَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُوتِيتُهُ

Dalilnya: apa yang disampaikan Abu Sa’id bin al-Mu’alla radhiyallahu ‘anhu,
“Suatu hari aku shalat, tiba-tiba Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilku, dan aku pun tidak menjawabnya. (Selesai shalat) aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, tadi aku sedang shalat.’ Beliau menjawab, ‘Bukankah Allah telah berfirman, ‘Penuhilah panggilan Allah dan Rasul jika memanggil kalian’ (QS. Al-Anfal: 24)? Lalu beliau bersabda, ‘Maukah kuajarkan padamu surat yang paling mulia dalam al-Quran sebelum engkau keluar dari masjid?’ Kemudian beliau menggandeng tanganku, tatkala kami hampir keluar dari masjid, akupun berkata, ‘Wahai Rasulullah, bukankah engkau telah berkata akan mengajariku surat yang paling mulia dalam al-Quran?’ Beliau bersabda, ‘Alhamdulillahirabbil ‘alamin adalah as-sab’u al-matsâni dan al-Quran yang agung yang dikaruniakan padaku.’” (H.R. Bukhari).

Faidah: Hadits ini menunjukkan bolehnya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil orang yang sedang shalat sunnah, dan ini merupakan salah satu kekhususan beliau saat hidup. Begitu pula seorang ibu berhak untuk memanggil anaknya yang sedang shalat sunnah, sebagaimana diterangkan dalam hadits riwayat Muslim yang menceritakan kisah seorang ahli ibadah yang dipanggil ibunya saat shalat sunnah, namun tidak memenuhi panggilannya, lalu ditimpa cobaan dari Allah ta’ala.
Adapun selain Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam dan ibu, maka tidak diperbolehkan memanggil orang yang sedang shalat. Andaikan ada yang memanggil pun orang yang shalat tersebut tidak harus memenuhi panggilannya, kecuali dalam keadaan darurat seperti untuk menyelamatkan seseorang yang terancam bahaya besar [lihat: Tafsîr wa Bayân li A'zhami Sûrah fî al-Qur'an, karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu (hal. 12)].

2. Surat al-Fatihah merupakan cahaya

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: “بَيْنَمَا جِبْرِيلُ قَاعِدٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ نَقِيضًا مِنْ فَوْقِهِ، فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: هَذَا بَابٌ مِنْ السَّمَاءِ فُتِحَ الْيَوْمَ لَمْ يُفْتَحْ قَطُّ إِلَّا الْيَوْمَ. فَنَزَلَ مِنْهُ مَلَكٌ، فَقَالَ: هَذَا مَلَكٌ نَزَلَ إِلَى الْأَرْضِ لَمْ يَنْزِلْ قَطُّ إِلَّا الْيَوْمَ. فَسَلَّمَ وَقَالَ: أَبْشِرْ بِنُورَيْنِ أُوتِيتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نَبِيٌّ قَبْلَكَ فَاتِحَةُ الْكِتَابِ وَخَوَاتِيمُ سُورَةِ الْبَقَرَةِ لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلَّا أُعْطِيتَهُ
Ibnu Abbas bercerita, “Tatkala suatu saat Jibril duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba terdengar suara (keras) dari arah atas. Jibril pun mendongakkan kepalanya seraya berkata, ‘Itu suara salah satu pintu langit yang baru dibuka hari ini dan tidak pernah dibuka sebelumnya.’ Lalu keluarlah dari pintu itu seorang malaikat. Jibril kembali berkata, ‘Ini adalah malaikat yang akan turun ke bumi, tidak pernah turun kecuali hari ini.’ (Sesampainya di depan Rasulullah shallallahu  ’alaihi wa sallam, malaikat tersebut) mengucapkan salam, seraya berkata, ‘Aku membawa kabar gembira berupa dua cahaya yang dikaruniakan padamu, tidak pernah diberikan kepada nabi sebelummu; Fâtihatul Kitâb dan (dua ayat ter)akhir surat al-Baqarah. Tidaklah engkau membaca satu huruf darinya (yang berisi permohonan) melainkan engkau akan dikaruniai apa yang kau mohon.’” (H.R. Muslim).

3. Surat al-Fatihah adalah obat

Dalilnya: hadits Abu Sa’id al-Khudri:

انْطَلَقَ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفْرَةٍ سَافَرُوهَا حَتَّى نَزَلُوا عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَاسْتَضَافُوهُمْ فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمْ فَلُدِغَ سَيِّدُ ذَلِكَ الْحَيِّ فَسَعَوْا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لَا يَنْفَعُهُ شَيْءٌ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَوْ أَتَيْتُمْ هَؤُلَاءِ الرَّهْطَ الَّذِينَ نَزَلُوا لَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ عِنْدَ بَعْضِهِمْ شَيْءٌ فَأَتَوْهُمْ فَقَالُوا يَا أَيُّهَا الرَّهْطُ إِنَّ سَيِّدَنَا لُدِغَ وَسَعَيْنَا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لَا يَنْفَعُهُ فَهَلْ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْكُمْ مِنْ شَيْءٍ فَقَالَ بَعْضُهُمْ نَعَمْ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَرْقِي وَلَكِنْ وَاللَّهِ لَقَدْ اسْتَضَفْنَاكُمْ فَلَمْ تُضَيِّفُونَا فَمَا أَنَا بِرَاقٍ لَكُمْ حَتَّى تَجْعَلُوا لَنَا جُعْلًا فَصَالَحُوهُمْ عَلَى قَطِيعٍ مِنْ الْغَنَمِ فَانْطَلَقَ يَتْفِلُ عَلَيْهِ وَيَقْرَأُ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ فَكَأَنَّمَا نُشِطَ مِنْ عِقَالٍ فَانْطَلَقَ يَمْشِي وَمَا بِهِ قَلَبَةٌ قَالَ فَأَوْفَوْهُمْ جُعْلَهُمْ الَّذِي صَالَحُوهُمْ عَلَيْهِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ اقْسِمُوا فَقَالَ الَّذِي رَقَى لَا تَفْعَلُوا حَتَّى نَأْتِيَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَذْكُرَ لَهُ الَّذِي كَانَ فَنَنْظُرَ مَا يَأْمُرُنَا فَقَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرُوا لَهُ فَقَالَ وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ؟ ثُمَّ قَالَ: قَدْ أَصَبْتُمْ اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِي مَعَكُمْ سَهْمًا فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Suatu hari sekelompok sahabat Nabi melakukan perjalanan jauh. Di tengah perjalanan mereka singgah di sebuah kampung kabilah Arab. Mereka bertamu, namun penduduk kampung enggan untuk menjamu. Tiba-tiba kepala kampung tersengat binatang berbisa. Penduduk kampung berusaha untuk mengobati dengan segala cara, namun tidak berhasil. Ada di antara mereka yang usul, ‘Andaikan kalian mendatangi sekelompok orang yang baru tiba, siapa tahu ada di antara mereka yang memiliki sesuatu.’ Merekapun mendatangi para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, ‘Wahai bapak-bapak, pembesar kami tersengat binatang berbisa, dan kami telah berusaha dengan segala cara untuk mengobatinya namun sama sekali tidak bermanfaat. Apakah ada di antara kalian yang memiliki sesuatu?’ Sebagian sahabat menjawab, ‘Ya, demi Allah saya bisa mengobati. Namun, kami telah bertamu tetapi kalian enggan menjamu kami. Saya tidak akan mengobatinya kecuali setelah kalian berjanji akan memberi upah.’ Mereka pun bersepakat untuk memberi segerombolan kambing. 
Lalu, sahabat tadi menghembus nafas berserta sedikit ludah dari mulutnya dan membaca Alhamdulillahirabbil’alamin. Detik itu juga si kepala kampung bangkit dan bisa berjalan, seolah tidak terkena apapun.
Merekapun memenuhi janjinya untuk memberi upah. Sebagian sahabat berkata, ‘Bagilah.’ Orang yang meruqyah menjawab, ‘Jangan lakukan kecuali setelah kita mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan kejadian ini. Lalu kita lihat apa yang diputuskan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.’
Sesampainya di depan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka bercerita. Beliaupun bersabda, ‘Dari manakah engkau mengetahui bahwa surat al-Fatihah adalah ruqyah (obat)?!. Apa yang kalian lakukan benar, bagikan (kambing tersebut) dan beri aku bagian.’ sembari beliau tersenyum.” (H.R. Bukhari).

Imam Ibn al-Qayyim (w. 751 H) mengomentari hadits di atas, “Surat al-Fatihah telah memberikan dampak yang luar biasa bagi penyakit tersebut; sehingga penderitanya sembuh seperti sediakala. Ini merupakan obat yang paling mudah. Andaikan seorang hamba bisa menggunakannya dengan baik; niscaya ia akan memperoleh dampak menakjubkan berupa kesembuhan.
Suatu saat tatkala tinggal di Mekah, aku menderita berbagai penyakit. Namun, aku tidak menemukan dokter maupun obat. Akhirnya akupun mengobati diriku sendiri dengan surat al-Fatihah, alhamdulillah aku merasakan perubahan yang luar biasa. Kuceritakan hal itu kepada orang-orang yang sakit, ternyata banyak di antara mereka yang pulih dengan segera.
Namun, ada satu hal yang perlu diperhatikan di sini. Bahwa dzikir, ayat dan doa yang digunakan untuk meruqyah serta mengobati, …… memang mendatangkan manfaat dan kesembuhan. Hanya saja ia membutuhkan kesiapan orang yang diobati dan kekuatan pengaruh orang yang mengobati. Manakala kesembuhan tidak tercapai, bisa jadi dikarenakan lemahnya pengaruh orang yang mengobati, atau karena orang yang diobati tidak siap, atau bisa jadi dikarenakan adanya faktor kuat eksternal yang menghalangi bereaksinya obat tersebut. Hal ini juga terjadi pada obat dan penyakit jasmani. Terkadang tidak bereaksinya obat kembali kepada faktor ketidakcocokan anatomi tubuh yang tidak cocok, atau kuatnya faktor penghalang. Andaikan tubuh siap menerima obat; ia akan merasakan dampaknya sesuai dengan tingkat kesiapan. Begitu pula halnya hati, jika ia menerima ruqyah dan al-Qur’an secara total, dan orang yang mengobati memiliki kekuatan keimanan yang kuat; niscaya penyakit akan lenyap.” [Ad-Dâ' wa ad-Dawâ' (hal. 8)].

4. Surat al-Fatihah merupakan dialog antara hamba dengan Rabb-Nya.
Dalam Shahîh Muslim (IV/324 no. 876) dari hadits Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: “قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ”. فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ:{ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ }، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: “حَمِدَنِي عَبْدِي”. وَإِذَا قَالَ: { الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ }, قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: “أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي”. وَإِذَا قَالَ:{ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ }، قَالَ: “مَجَّدَنِي عَبْدِي” وَقَالَ مَرَّةً: “فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي”. فَإِذَا قَالَ:{ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ }، قَالَ: “هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ” فَإِذَا قَالَ: { اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ}, قَالَ: “هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ

Allah ta’ala berfirman, “Aku membagi shalat (surat al-Fatihah) [Lihat: Tafsîr al-Qurthubi (I/146)] antara diri-Ku dengan hamba-Ku dua bagian [maksud dari pembagian menjadi dua bagian adalah: bagian setengah pertama surat al-Fatihah sampai ayat kelima adalah pujian hamba untuk Allah, sedangkan bagian setengah kedua yaitu dari ayat keenam sampai akhir adalah permohonan seorang hamba untuk dirinya sendiri. Lihat: Tafsîr Sûrah al-Fâtihah karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (hal. 33-34)], dan hamba-Ku akan memperoleh apa yang dimintanya. Tatkala insan mengucapkan, ‘Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam,’ Allah ta’ala berkata, ‘Hambaku telah memuji-Ku.’
Jika ia mengucapkan, ‘Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’, Allah ta’ala berkata, ‘Hamba-Ku telah memuliakan diri-Ku.’
Saat ia mengucapkan, ‘Penguasa hari pembalasan’, Allah ta’ala berfirman, ‘Hamba-Ku telah mengagungkan diri-Ku.’ Di lain kesempatan Allah berkata, ‘Hamba-Ku telah berserah diri pada-Ku.’
Manakala ia mengucapkan, ‘Hanya kepada-Mu-lah aku menyembah dan hanya kepada-Mu-lah aku memohon pertolongan’, Allah ta’ala berkata, ‘Ini (merupakan urusan) antara Aku dengan hamba-Ku, dan hamba-Ku akan memperoleh apa yang dimintanya.’
Dan ketika ia mengucapkan, ‘Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri kenikmatan, bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat’, Allah ta’ala menjawab, ‘Inilah (hak) milik hamba-Ku, dan hamba-Ku akan memperoleh apa yang dimintanya.’”

Imam Ibn Rajab (w. 795 H) menjelaskan bahwa “hadits di atas menunjukkan bahwa Allah mendengarkan bacaan orang yang shalat; sebab dia sedang bermunajat (berbisik-bisik) dengan Rabb-nya. Dan Allah menjawab setiap bisikan hamba-Nya, kalimat per kalimat.” [Tafsîr Ibn Rajab al-Hambali dihimpun oleh Thâriq bin 'Awadhallâh (I/68-69)].
Maka seorang hamba tatkala membaca surat al-Fatihah, hendaklah ia membacanya dengan pelan ayat per ayat. Setiap membaca suatu ayat dia diam sejenak menanti jawaban Allah akan munajatnya [lihat: Ash-Shalat wa Hukm Târikihâ karya Ibn al-Qayyim (hal. 172)].
Andaikan kita meresapi keterangan di atas dan mencoba untuk merasakannya; niscaya kita akan mendapatkan nikmatnya bermunajat dengan Allah ta’ala. Setiap dirundung masalah kita selalu bergegas menghadap Rabbul alamin. Memohon pada-Nya bantuan, pertolongan, limpahan kasih sayang dan curahan ampunan-Nya [An-Nazharât al-Mâti'ah (hal.27)]. Sebagaimana yang dipraktikkan teladan kita; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap dirundung masalah, beliau selalu bergegas shalat. Demikian yang diceritakan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلَّى
“Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dirundung masalah, beliau bergegas shalat.” (H.R. Abu Dawud (II/54 no. 1319) dan dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani) [Lihat: Shahîh Sunan Abi Dawud].

Dan jika datang waktu shalat fardhu beliau bersabda,

قُمْ يَا بِلَالُ فَأَرِحْنَا بِالصَّلَاةِ
“Berdirilah wahai Bilal (lantunkanlah adzan). Tenangkan dan istirahatkanlah kami dengan shalat.” (H.R. Abu Dawud (V/165 no. 4986) dan dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani).

Ibn al-Atsir (w. 606 H) menjelaskan, bahwa maksud hadits di atas adalah: dengan shalat hati kami akan tenteram dari pikiran tentang kewajiban melaksanakannya. Atau kami akan merasa tentram dan bisa melepaskan kepenatan beban pekerjaan duniawi yang melelahkan. Dengan shalat seorang hamba akan merasa tenang, tenteram dan bisa beristirahat; sebab di dalamnya seorang hamba bisa berkesempatan untuk munajat dengan Rabb-nya [An-Nihâyah fî Gharîb al-Hadîts wa al-Atsar (II/274) dan lihat pula: 'Aun al-Ma'bûd karya Syamsul Haq al-'Azhîm Âbâdi (XIII/225)].

5. Surat al-Fatihah; Makkiyyah atau Madaniyyah?
 
Telah terjadi silang pendapat antara para ulama dalam masalah ini. Hanya saja kebanyakan ulama mengatakan bahwa surat al-Fatihah diturunkan di Mekah atau yang diistilahkan dengan makkiyyah [Lihat: Tafsîr al-Baghawi (I/49) dan Fath al-Bâri (VIII/199)]. Dan inilah insyaAllah pendapat yang terkuat.
Dalilnya adalah ayat 87 dari surat al-Hijr tersebut di atas. Dalam ayat ini Allah mengingatkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam atas karunia diturunkannya surat al-Fatihah. Ini menunjukkan bahwa surat al-Fatihah diturunkan sebelum surat al-Hijr. Padahal surat al-Hijr adalah makkiyyah, dengan demikian, maka surat al-Fatihah pun juga makkiyyah [Lihat: Tafsîr al-Baghawi (I/49) dan Tafsîr al-Qurthubi (I/177)].
Ditambah lagi tempat turunnya hukum kewajiban shalat adalah di Mekkah, dan tidak ada perbedaan pendapat antara para ulama dalam hal ini. Sebagaimana telah maklum bahwa salah satu rukun shalat adalah membaca surat al-Fatihah. Inipun menunjukkan bahwa surat al-Fatihah telah diturunkan di Mekah [Lihat: Tafsîr al-Qurthubi (I/177)].
  • Surat al-Fatihah terdiri dari berapa ayat?
Para ulama satu kata bahwa surat al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat, sebagaimana dijelaskan Imam al-Baghawi (w. 516 H) [Lihat: Tafsîr al-Baghawi (I/49)] dan Imam al-Qurthubi (w. 671 H) [Lihat: Tafsîr al- Qurthubi (I/176)]. Hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai penentuan ayat ketujuh. Ada yang mengatakan bahwa ayat ketujuh adalah:“غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ” dan ayat pertamanya: “الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ”, sedangkan basmalah tidak dianggap sebagai ayat dalam surat al-Fatihah. Adapula yang berpendapat bahwa ayat ketujuh adalah: “صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ”, sedangkan basmalah dianggap ayat pertama [Lihat: Tafsîr al- Qurthubi (I/146)]. Pada pembahasan tentang tafsir basmalah sudah kita jelaskan bahwa mayoritas ulama memandang basmalah merupakan salah satu ayat dari surat al-Fatihah.

6. Kandungan umum surat al-Fatihah

Ketika membahas nama-nama surat al-Fatihah, telah disampaikan secara singkat bahwa surat al-Fatihah mengandung seluruh ilmu al-Quran. Pada poin pembahasan kali ini, kita akan mengupas lebih jauh kandungan dasar surat al-Fatihah, yang biasa diistilahkan para ulama dengan maqâshid as-sûrah. Dengan memahami kandungan global suatu surat dalam al-Qur’an, seorang hamba akan sangat terbantu dalam menghayati makna rinci ayat-ayat surat tersebut.
Di antara kandungan umum surat al-Fatihah [lihat: Tafsîr at-Tahrîr wa at-Tanwîr karya Ibn 'Âsyûr (I/133-134) dan an-Nazharât al-Mâti'ah (hal. 30-31)]:

1. Kandungan tauhid atau akidah
Pelajaran tauhid dalam surat mulia ini amat beragam. Di antaranya: pujian terhadap Allah Jalla wa ‘Ala, sebagaimana dalam ayat kedua, ketiga dan keempat: “الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ . مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ” (Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Yang Maha pengasih lagi Maha penyayang. Penguasa hari pembalasan).
Kemudian, pengenalan tentang Allah Tabaraka wa Ta’ala melalui penjelasan beberapa namanya; Rabbul ‘âlamîn, ar-Rahmân, ar-Rahîm dan al-Malik.
Juga penegasan tentang keberhakkan Allah akan peribadatan dan penyembahan para hamba-Nya, sebagaimana dalam ayat kelima: إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (Hanya kepada-Mu lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan)”.

2. Kandungan hukum
Hukum yang dikandung al-Fatihah antara lain: kewajiban untuk mengikhlaskan niat seluruh ibadah hanya untuk Allah semata, sebagaimana terkandung dalam ayat kelima: إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (Hanya kepada-Mu lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan)”.

3. Kandungan nasihat
Banyak nasihat yang dikandung surat agung ini. Di antaranya:
Peringatan akan adanya hari pertanggungjawaban amalan kita semua, sebagaimana diisyaratkan dalam ayat keempat: “مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ” (Penguasa hari pembalasan).
Motivasi untuk meniti jalan yang lurus; yakni jalannya orang-orang yang Allah karuniai kenikmatan, sebagaimana dalam ayat keenam dan ketujuh: “اهدِنَا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ . صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ” (Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri kenikmatan).
Juga peringatan dari jalan kaum yang menyimpang, sebagaimana dalam ayat ketujuh: “غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ” (Bukan jalan mereka yang dimurkai, dan bukan pula jalan mereka yang sesat).



Kamis, 08 September 2011

Al Qur’an dan IPTEK

Al Qur’an dan IPTEK

Sebagian orang yang rendah pengetahuan keislamannya beranggapan bahwa al-Qur’an adalah sekedar kumpulan cerita2 kuno yang tidak mempunyai manfaat yang signifikan terhadap kehidupan modern, apalagi jika dikorelasikan dengan kemajuan IPTEK saat ini.

 
Al-Qur’an menurut mereka cukuplah dibaca untuk sekedar mendapatkan pahala bacaannya, tidak untuk digali kandungan ilmu didalamnya, apalagi untuk dapat menjawab permasalahan2 dunia modern dan diterapkan dalam segala aspek kehidupan, hal itu adalah sesuatu yang nonsense.

Anggapan2 diatas merupakan indikasi bahwa orang tersebut tidak mau berusaha untuk membuka al-Qur’an dan menganalisis kandungan ayat2 nya. Oleh karenanya maka anggapan tersebut adalah sangat keliru dan bertolak belakang dengan semangat al-Qur’an itu sendiri. Bukti2 di bawah ini menunjukkan yang sebaliknya:

  1. Bahwa wahyu yang pertama sekali diturunkankan oleh Allah SWT kepada Nabi-Nya Muhammad SAW adalah perintah untuk membaca/belajar (QS Al'Alaq/1-5) dan menggunakan akal, bukan perintah untuk shalat, puasa atau dzikrullah. Demikian tinggi hikmah turunnya ayat ini, menunjukkan perhatian Islam yang besar terhadap ilmu pengetahuan.
  2. Bahwa Allah SWT mengangkat manusia (Adam as) sebagai khalifah-Nya dimuka bumi dan bukan para malaikat-Nya sebab adanya ilmu pengetahuan (QS 2/31-33). Yang dengan kelebihan ilmu pengetahuan itu juga, Allah SWT memuliakan Adam as, sehingga memerintahkan para malaikat-Nya untuk bersujud kepada Adam as.
  3. Manusia yang memiliki derajat yang paling tinggi disisi ALLAH SWT, adalah manusia yang memiliki iman dan ilmu (QS 58/11). Karena iman membawa manusia kepada ketinggian di akhirat (fil akhirati hasanah), dan ilmu membawa manusia kepada ketinggian di dunia (fid dunya hasanah).
  4. Syarat manusia yang berhak diangkat menjadi pemimpin dalam Islam ada 2 hal : ilmu yang tinggi dan fisik yang sehat (QS 2/247). Ini menunjukkan betapa tinggi penghargaan Islam kepada nilai2 ilmu dan nilai2 kesehatan.
  5. Bahkan Allah SWT melarang manusia untuk melakukan suatu pekerjaan/ perbuatan tanpa memiliki ilmunya (QS 17/36). Artinya bahwa Islam sangat menghargai spesialisasi dalam berbagai bidang ilmu dan menganjurkan ummatnya untuk menjadi seorang yang profesional sesuai dengan bidang keilmuannya masing2 (menjadi expert dalam bidangnya).
  6. Sejarah menunjukkan, bahwa pada masa kaum muslimin mempelajari dan melaksanakan ajaran agamanya dengan benar, maka mereka memimpin dunia dengan pakar2 yang menguasai dalam disiplin ilmunya masing2, sehingga Baratpun belajar dari mereka (lihat buku III). Baru dimasa kaum muslimin meninggalkan ajaran agamanya dan tergiur dengan kenikmatan duniawi dan berpaling ke Barat, maka Allah SWT merendahkan dan menghinakan mereka. Sungguh telah benar Rasulullah SAW yang telah memperingatkan ummatnya akan hal ini, sebagaimana dalam haditsnya : “Kelak akan datang suatu masa dimana kalian akan menjadi seperti makanan diatas piring yang dihadapi oleh orang2 yang kelaparan. Maka para sahabat ra bertanya : Apakah karena jumlah kita sedikit saat itu ya Rasulullah ? Jawab Nabi SAW : Bahkan jumlah kalian sangat banyak. Tetapi kalian terkena penyakit “wahn”! Tanya para sahabat ra : Apa itu “wahn” ya Rasulullah ? Jawab Nabi SAW : Kalian cinta dunia dan takut mati.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)
Setelah kita mengetahui betapa tinggi perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan dan betapa Allah SWT mewajibkan kepada kaum muslimin untuk belajar dan terus belajar, maka Islampun telah mengatur dan menggariskan kepada ummatnya agar mereka menjadi ummat yang terbaik (dalam ilmu pengetahuan dan dalam segala hal) dan agar mereka tidak salah dan tersesat, dengan memberikan bingkai sumber pengetahuan berdasarkan urutan kebenarannya sebagai berikut.
  1. Al-Qur’an dan Sunnah:  Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk menjadikan al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber pertama ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan keduanya adalah langsung dari sisi Allah SWT dan dalam pengawasannya, sehingga terjaga dari kesalahan, dan terbebas dari segala vested interest apapun, karena ia diturunkan dari Yang Maha Berilmu dan Yang Maha Adil. Sehingga tentang kewajiban mengambil ilmu dari keduanya, disampaikan Allah SWT melalui berbagai perintah untuk memikirkan ayat-ayat-Nya (QS 12/1-3) dan menjadikan Nabi SAW sebagai pemimpin dalam segala hal (QS 33/21). 
  2. Alam semesta:
    Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk memikirkan alam semesta (QS 3/190-192) dan mengambil berbagai hukum serta manfaat darinya, diantara ayat2 yang telah dibuktikan oleh pengetahuan modern seperti[1] :

    Ayat tentang asal mula alam semesta dari kabut/nebula (QS 41/11).

    Ayat tentang urutan penciptaan (QS 79/28-30):
    Kegelapan (nebula dari kumpulan H dan He yang bergerak pelan), adanya sumber cahaya akibat medan magnetik yang menghasilkan panas radiasi termonuklir (bintang dan matahari) → pembakaran atom H menjadi He lalu menjadi C lalu menjadi O baru terbentuknya benda padat dan logam seperti planet (bumi) panas turun menimbulkan kondensasi baru membentuk air baru mengakibatkan adanya kehidupan (tumbuhan).

    Ayat bahwa bintang2 merupakan sumber panas yang tinggi (QS 86/3),
    matahari sebagai contoh tingkat panasnya mencapai 6000 derajat C.

    Ayat tentang teori ekspansi kosmos (QS 51/47).
    Ayat bahwa planet berada pada sistem tata surya terdekat (sama ad-dunya) (QS 37/6).
    Ayat yang membedakan antara planet sebagai pemantul cahaya, (nur/kaukab) dengan matahari sebagai sumber cahaya (siraj) (QS 71/16).
    Ayat tentang gaya tarik antar planet (QS 55/7).
    Ayat tentang revolusi bumi mengedari matahari (QS 27/88).
    Ayat bahwa matahari dan bulan memiliki waktu orbit yang berbeda2 (QS55/5) dan garis edar sendiri2 yang tetap (QS 36/40).
    Ayat bahwa bumi ini bulat (kawwara-yukawwiru) dan melakukan rotasi (QS 39/5)
    Ayat tentang tekanan udara renda di Angkasa (QS 6/125).
    Ayat tentang akan sampainya manusia (astronaut) ke ruang angkasa (lau) dengan ilmu *sulthan) (QS 55/33).
    Ayat tentang bahwa awal kehidupan dari air (QS 21/30).
    Ayat bahwa angin sebagai mediasi dalam proses penyerbukan (pollen) tumbuhan (QS 15/22).
    Ayat bahwa pada tumbuhan terdapat pasangan bunga jantan (etamine) dan bunga betina (ovules) yang menghasilkan perkawinan (QS 13/3).


    Ayat tentang proses terjadinya air susu yang bermula dari makanan (farts) lalu diserap oleh darah (dam) lalu ke kelenjar air susu (QS 16/66),  perlu dicatat bahwa peredaran darah baru ditemukan oleh Harvey 10 abad setelah wafatnya nabi Muhammad SAW.
    Ayat tentang penciptaan manusia dari air mani yang merupakan campuran  (QS 76/2), mani merupakan campuran dari 4 kelenjar, testicules (membuat  spermatozoid), vesicules seminates (membuat cairan yang bersama mani), prostrate (pemberi warna dan bau), Cooper & Mary (pemberi cairan yang melekat dan lendir).
    Ayat bahwa zyangote dikokohkan tempatnya dalam rahim (QS 22/5), dengan  tumbuhnya villis yang seperti akar yang menempel dpada rahim.
    Ayat tentang proses penciptaan manusia melalui mani (nuthfah) zygote yang melekat (‘alaqah) segumpal daging/embryo (mudhghah) dibungkus oleh tulang dalam misenhyme (‘izhama) tulang tersebut dibalut
    oleh otot dan daging (lahma) (QS 23/14).


    3. Diri manusia:
    Allah SWT memerintahkan agar manusia memperhatikan tentang proses penciptaannya, baik secara fisiologis/fisik (QS 86/5) maupun psikologis/jiwa manusia tersebut (QS 91/7-10).
    4. Sejarah:
    Allah SWT memerintahkan manusia agar melihat kebenaran wahyu-Nya melalui lembar sejarah (QS 12/111). Jika manusia masih ragu akan kebenaran wahyu-Nya dan akan datangnya hari pembalasan, maka perhatikanlah kaum Nuh, Hud, Shalih, Fir’aun,
    dan sebagainya, yang kesemuanya keberadaannya dibenarkan dalam sejarah hingga
    saat ini.

sumber http://www.al-ikhwan.net

Selasa, 06 September 2011

Listrik dalam Al-Qur'an Surat An Nur ayat 35

Listrik dalam Al-Qur'an Surat An Nur ayat 35

 Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tidak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca, kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah barat, yang minyaknya saja hampir-hampir menerangi walaupun tidak di sentuh api, cahaya di atas cahaya, Allah membimbing kepada Cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.' (Al-Qur'an surat An Nur : 35)

Sekilas Tentang Listrik
Di abad modern ini, listrik sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari. Begitu pentingnya hampir tidak ada teknologi tanpa menggunakan listrik, dengan kata lain listrik sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari. Di Pusat Pembangkit Listrik, energi primer (seperti minyak, batubara, gas, panas bumi dan lain-lain) di ubah menjadi energi listrik, alat pengubah energi tersebut adalah generator, generator mengubah energi mekanis (gerak) menjadi energi listrik. Adanya perpindahan energi dalam sutu rangkaian akan membangkitkan medan listrik (elektro magnetik) sehingga timbullah apa yang disebut dengan arus listrik.

Penemu Listrik dan Bola Lampu

Dalam perkembangannya, banyak ilmuwan yang telah menyumbangkan pemikirannya tentang listrik. Namun yang paling dikenal dan paling populer dalam sejarah kelistrikan adalah seorang berkebangsaan Inggris yang bernama Michael Faraday (lahir tahun 1791 M), yang  telah banyak menciptakan temuannya serta mengemukakan teori-teori tentang ilmu pengetahuan yang dikenal sampai sekarang. Salah satunya tentang pengaruh elektro magnetik terhadap pembangkitan energi listrik yang disebut dengan Hukum Faraday (ditemukan tahun 1831 M).

Berbicara tentang listrik tidak terlepas dengan bola lampu, berbicara tentang bola lampu tidak terlepas dari seorang ilmuwan yang bernama Thomas Alva Edison (lahir tahun 1847 M) yang telah berhasil menciptakan dan mengembangkan penggunaan listrik sebagai alat penerang. Meskipun Thomas Alva Edison dianggap sebagai penemu bola lampu namun beberapa tahun sebelumnya di Paris, lampu sudah digunakan sebagai alat penerangan. Begitupun jauh sebelum para ilmuwan tersebut berhasil dengan temuannya Al-Qur'an yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad SAW telah menulis tentang Prinsip Dasar Listrik, yaitu dalam Surat An Nur ayat 35.
  
Listrik dalam Al-Qur'an Surat An Nur ayat 35
Al-Qur'an bukan hanya berbicara tentang Ibadah, kehidupan ataupun sejarah, ternyata Al-Qur'an juga berbicara tentang ilmu pengetahuan dan teknologi (dalam hal ini listrik) seperti surat An Nur ayat 35, yang artinya: "Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tidak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca, kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara,…"

Apabila kita amati sebuah bola lampu yang diletakkan di dinding dalam ruangan yang gelap, ketika lampu dinyalakan akan memberikan cahaya/pelita ke seluruh ruangan, bola lampu tersebut seperti sebuah lubang yang bercahaya dan cahayanya tidak tembus ke ruangan lainnya. Bola lampu ditutupi oleh kaca yang kedap udara yang berguna untuk menimbulkan radiasi pada kumparan yang ada dalam kaca. Efek cahaya itu akan semakin jelas terlihat apabila lampu tersebut ditempatkan semakin tinggi, seperti sebuah bintang yang bercahaya. Menurut penulis ayat ini menuliskan perumpamaan sebuah lampu.

Ayat selanjutnya: "… yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah barat, yang minyaknya saja hampir-hampir menerangi walaupun tidak di sentuh api, cahaya diatas cahaya, …" Hal yang menarik bagi penulis adalah kalimat "… yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah barat …", apabila kita memperhatikan arah mata angin, kalau bukan timur dan barat, bukankah ini berarti utara dan selatan, utara dan selatan adalah kutub magnet, magnet (elektro magnetik) berguna sebagai pembangkit induksi listrik untuk menghasilkan energi listrik.

Dalam ayat ini kata pohon zaitun seumpama generator dan minyak seumpama arus listrik dimana apabila arus dengan kutub yang berbeda dihubungkan akan menimbulkan percikan ("… minyaknya hampir-hampir menerangi walaupun tidak disentuh api…"). Menurut penulis ayat ini jelas-jelas menulis tentang listrik dan bola lampu, yang disampaikan melalui perumpamaan-perumpamaan, sesuai dengan kelanjutan ayat tersebut"…Allah membimbing kepada Cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."

Penutup
Tanpa mengesampingkan keilmuwan para penemu dan pencipta listrik dan bola lampu di atas, penulis berpendapat secara teori prinsip dasar listrik dan teori dasar tentang bola lampu telah ditulis dalam Al-Qur'an terlebih dahulu bila dibandingkan dengan temuan–temuan para ilmuwan tersebut. Tidak tertutup kemungkinan mereka mengambil ayat-ayat Al-Qur'an sebagai bahan referensi dalam menciptakan temuan mereka, mengingat Al-Qur'an telah diterjemahkan ke bahasa asing (latin) kira-kira tahun 1135 M, tahun 1647 M Alexander Ross menterjemahkan kedalam bahasa Inggris (menterjemahkan dari bahasa Prancis) dan tahun 1734 oleh George Sale, tahun 1812 terjemahan George Sale di terbitkan di London dalam edisi baru (2 jilid), disebutkan terjemahan George Sale tersebut  bersumber dari bahasa Arab.

Apalagi bila di bandingkan dengan tahun ayat in diturunkan, ayat ini adalah ayat Madaniyah, Rasulullah hijrah tahun 1 H / tahun 622 M, jauh sebelum para ilmuwan tersebut lahir. (Sumber Al-Qur'an dan terjemahannya , Kerajaan Saudi Arabia). Akhirnya penulis mohon maaf apabila ada kekhilafan dalam menafsirkan ayat di atas, yang agak berbeda dengan penafsiran ahli-ahli tafsir. 

sumber
Ir. Dian Fansuri Nainggolan
Sekretaris Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Perumnas Medan II 

Sabtu, 12 September 2009

'Amil (Pelaksana Pemerintahan)

'Amil (Pelaksana Pemerintahan)

Kata 'amil (pelaksana pemerintahan), bentuk tunggal maupun jamak, disebutkan 12 kali, sesuai dengan jumlah khalifah setelah Rasulullah saw., dalam ayat-ayat berikut:
  1. ..... "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal ('amil) di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan ..... (Ali Imran: 195).
  2. Katakanlah: "Hai Kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya aku berbuat pula ('amil) ..... (Al-An'am: 135).
  3. Dan (dia berkata): "berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya aku pun akan berbuat ('amil) ..... (Hud: 39).
  4. Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (pula) ('amil) . . . (Al-Zumar: 39).
  5. Dan katakanlah kepada orang-orang yang tidak beriman, berbuatlah menurut kemampuanmu; sesungguhnya kami pun berbuat (pula) ('amil). (Hud: 121).
  6. ..... Dan mereka banyak mengerjakan pekerjaan-pekerjaan buruk selain daripada itu, mereka tetap mengerjakannya ('amil) (Al-Mukminun: 63).
  7. Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang­-orang yang bekerja ('amilun) (Al-Shafat: 61).
  8. ..... Dan di antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu, sesungguhnya kami juga bekerja ('amilun) (Fushilat: 5).
  9. ..... Sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal ('amilin) (Ali Imran: 136).
  10. Sesungguhnya zakat itu, hanyalah bagi orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat ('amil) ..... (Al­Taubah: 60).
  11. ..... Yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang berramal ('amilin) (Al-Ankabut: 58).
  12. ..... Sedang kami menempati tempat dalam surga, di mana saja yang kami kehendaki: Maka surga itulah sebaik-baik balasan bagi orang yang beramal ('amilin) (Al-Zumar: 74).
Bilangan Kata "Malik"
Kata malik dengan pengertian penguasa, disebut 12 kali, sebanyak jumlah Khalifah setelah Rasulullah saw., yaitu dalam ayat-ayat berikut:
  1. Raja (malik) berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): "Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus-kurus ..... (Yusuf: 43).
  2. Raja (malik) berkata: "Bawalah dia kepadaku," maka ketika utusan itu datang kepada Yusuf, berkatalah Yusuf: "Kembalilah kepada tuanmu ..... (Yusuf: 50).
  3. Dan Raja (malik) berkata: "Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku. " (Yusuf: 54).
  4. Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja (malik), dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat beban unta) ..... (Yusuf: 72).
  5. ..... Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja (malik), kecuali Allah menghendakinya ..... (Yusuf: 76).
  6. ..... Karena di hadapan mereka ada seorang raja (malik) yang merampas setiap bahtera. (Al-Kahfi: 79).
  7. ..... Yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka: ",4ngkatlah untuk kami seorang raja (malik) supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah. (Al-Baqarah: 246).
  8. Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu (malaka)." (Al-Baqarah: 247).
  9. Dia berkata: "Sesungguhnya raja-raja (al-muluk) apabila memasuki suatu negeri niscaya mereka membinasakannya ..... (Al-Naml: 34).
  10. ..... lngatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antara kamu, dan dijadikan-Nya kamu orang­orang merdeka (mulukan) ..... (Al-Maidah: 20).
  11. Mereka berseru: "Hai Malik! biarlah Tuhanmu membunuh kami saja". Dia menjawab: "Kamu tetap akan tinggal (di neraka ini)" (Al-Zukhruf: 77).
  12. Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka, yaitu terbagi dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan kami sendiri, lalu mereka menguasainya (malikun). (Yasin: 71).
Duabelas Khalifah Dari Keluarga Muhammad saw
Kata ali (keluarga) yang disandarkan kepada nama-nama ter­puji, seperti keluarga Ibrahim, keluarga Imran tidaklah disandarkan kepada nama-nama jelek seperti keluarga Fir'aun. Kata tersebut disebut sebanyak duabelas kali sesuai dengan jumlah Imam dari keluarga Muhammad saw. yang diawali dengan Imam Ali a.s. dan diakhiri dengan Imam Al-Mahdi a.s. Keduabelas kata tersebut adalah sebagai berikut:
  1. ..... Di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga (ali) Musa. ..... (AI-Baqarah: 248)
  2. ..... Dan keluarga (ali) Harun; tabut itu dibawa oleh malaikat ..... (Al-Baqarah: 248).
  3. Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, dan keluarga (ali) Ibrahim ..... (Ali Imran: 33).
  4. ..... Dan keluarga (ali) Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing). (Ali-Imran: 33).
  5. ..... Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga (ali) Ibrahim ..... (Al-Nisa: 54).
  6. ..... Dan disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga (ali) Ya'qub ..... (Yusuf: 6).
  7. Kecuali keluarga (ali) Luth beserta pengikut-pengikutnya. Sesungguhnya Kami akan menyelamatkan semuanya. (Al­Hijr: 59).
  8. Maka tatkala datang pura utusan kepada kaum (ali) Luth (AI-Hijr: 61)
  9. ang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga (ali) Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya! Tuhanku, sebagai orang yang diridhai. (Maryam: 6)
  10. ..... "Usirlah Luth beserta keluarganya (ali) dari negerimu; sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang (mendakwakan dirinya) bersih. (Al-Naml: 56).
  11. ..... Bekerjalah hai keluarga (ali) Daud agar (kamu) bersyukur (kepada Allah) dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang beriman bersih. (Saba': 13).
  12. Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka), kecuali keluarga (ali) Luth. Mereka Kami selamatkan di waktu fajar belum menyingsing. (AI-Qamar: 34).